Senin, 18 Desember 2017


Bedah Buku Eventide


Saya dan teman-teman kelas yang ikut acara Bedah Buku masuk aula sedikit terlambat, karena harus mengikuti perkuliahan terlebih dahulu. Saya masuk ke aula kurang lebih sekitar pukul 09.10 WIB. Pada saat itu acara sudah dibuka, dengan penyerahan penghargaan kepada bapak Handy TM oleh bu Asrofah selaku Dekan FPBS. Peserta yang hadir disarankan untuk mengisi presensi terlebih dahulu, dan mengambil kudapan yang telah disediakan. Kemudian duduk di kursi untuk menyimak keberlangsungan acara bedah buku oleh pemateri. Dimulai dengan sambutan oleh Dekan FPBS Ibu Asrofah. Di dalam penyampaian sambutannya bu Asrofah sedikit menyinggung pak Naka, yang biasanya selalu aktif dalam setiap acara bedah buku. Namun kali ini pak Naka hanya diam. Hal ini karena pak Naka mendapatkan amanah sebagai ketua dalam acara bedah buku kali ini. Buku-bukunya pak Naka sudah sering dibedah. Menurut bu Asrofah hal ini tentu menarik dan unik. Setelah sambutan selesai, dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh salah satu mahasiswa PBSI. Puisi yang dibacakan diambil dari salah satu puisi yang terdapat di dalam buku yang ingin dibedah. Setelah itu, masuklah ke puncak acara bedah buku Eventide karya Handy TM. Dibuka oleh pemateri yang pertama yaitu bapak Teguh Satriyo. Pak Teguh menyebutkan bahwa sebenarnya pak Handy merupakan seorang penyair asli Semarang. Walaupun judul buku yang beliau tulis menggunakan bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Puisi-puisi yang ada di dalam buku ini dikumpulkan sudah sangat lama, yaitu 36 tahun. Ada 170 judul puisi di dalam buku tersebut. Pak teguh membacakan salah satu puisi yang ada di dalam buku tersebut yang berjudul “Jesica”. Kemudian menanyakan maksud dari bait pertama kepada peserta yang hadir. Ada seorang mahasiswi yang bisa menjelaskan maksud dari bait pertama puisi tersebut. Berhasil menjelaskan maksudnya, ia mendapatkan sebuah buku yang sudah disiapkan oleh panitia. Pak Teguh juga menyebutkan, bahwa bukan hanya buku Eventide ini yang dikumpulkan pak Handy dalam waktu yang tidak sedikit, tetapi juga buku-bukunya yang lain. Buku ini berisi puisi yang tenang. Setelah membaca buku ini, pak Teguh juga memiliki keinginan untuk membaca kumpulan buku-bukunya yang lain. Serta kumpulan puisi-puisi yang lain yang telah ditulis pak Teguh. Saat pak Teguh membaca buku ini, menurut beliau langsung bisa di mengerti. Berbeda dengan buku yang lainnya. Puisi “Di Bawah Gerimis" Banyak bukti-buktinya tertuang. Nuansanya itu melankolis sangat asik untuk dibaca. Pak Teguh menyarankan untuk segera memiliki buku Eventide ini. Meskipun begitu, puisi-puisi yang ada di dalam buku tersebut sangat mengasikkan, menurut pak Teguh ada juga puisi yang membutuhkan tenaga untuk membacanya. Misalnya dalam puisi yang berjudul “Pergilah” yang terdapat dalam halaman 130. Mungkin ada juga yang lainnya. Maksudnya ada emosi yang tertulis di dalamnya. Pak Teguh menyebutkan bahwa, dari banyak buku puisi yang dibaca beliau, buku Eventide ini tidak menyesatkan. Hal ini karena di bawah puisinya terdapat catatan kecil, yang bertujuan untuk memudahkan pembaca memahami maksud dari puisi tersebut. Kemudian dilanjutkan pak Nur Hidayat, beliau lebih memancing peserta untuk aktif. Di awal pak Hidayat menyinggung masalah kekinian yang sering digunakan anak muda saat ini, sehingga pak Hidayat pernah melihat ada warung makan ayam geprek yang menggunakan kata kekinian. Dimulai dengan puisi pak Handry itu hanya bisa dimengerti oleh pak Handry sendiri, biar orang tidak mengerti maksud dari kata-katanya, karena terdapat simbol-simbol tertentu yang sulit dipahami. Hal Itu disebabkan karena penyair itu memang egois, karena biar mereka bisa menciptakan terus karya-karya untuk seterusnya. Pak Hidayat mulai membahas isi puisi tentang kopi sekarang yang tidak hanya dinikmati oleh orang tua saja. Namun bisa dinikmati oleh semua kalangan. Pak Hidayat mengajak peserta untuk lebih membuka diri dengan membaca lebih jauh. Materi yang disampaikan pak Hidayat lebih kepada sejarah Amerika, bukan kepada isi buku Eventide itu sendiri. Sangat menarik, bisa lebih menambah wawasan untuk saya pribadi, dan juga peserta yang lainnya. Dilanjutkan oleh pak Handry TM. Dibuka dengan memberikan sebuah pertanyaan tentang apa bedanya laki-laki playboy dengan laki-laki penjudi?”. Ada seorang mahasiswa semester 1 yang menjawab pertanyaan pak Handy tersebut. Kemudian pak Handry menawarkan kepada peserta lainnya apakah ada yang ingin menyangga jawaban dari mahasiswi tersebut. Ternyata ada. Seorang mahasiswa semester 1 juga, yang kebetulan teman sekelas mahasiswi tersebut. Setelah selesai, mereka berdua mendapatkan buku dari panitia dan yang satunya dari pak Handy sendiri. Kembali kemateri, pak Handy menyetujui pendapat pak Hidayat, yang menyebutkan bahwa penyair itu egois. Itu karena pak Handy pun juga merasakan seperti itu. Tidak peduli kalau puisinya nanti akan dibaca oleh siapa pun. Selanjutnya menawarkan kepada peserta untuk membacakan puisi yang terdapat pada halaman 17. Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Diakhiri dengan foto bersama, selesai sekitar pukul 12.00 WIB. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bawa Aku Terbang oleh Nurlaila Bukan kehidupan seperti ini yang aku inginkan Bukan aturan-aturan yang tak masuk di akal yang aku ingi...