Bedah Buku Eventide
Saya dan teman-teman
kelas yang ikut acara Bedah Buku masuk aula sedikit terlambat, karena harus
mengikuti perkuliahan terlebih dahulu. Saya masuk ke aula kurang lebih sekitar
pukul 09.10 WIB. Pada saat itu acara sudah dibuka, dengan penyerahan
penghargaan kepada bapak Handy TM oleh bu Asrofah
selaku Dekan FPBS. Peserta yang hadir disarankan untuk mengisi presensi
terlebih dahulu, dan mengambil kudapan yang telah disediakan. Kemudian duduk di
kursi untuk menyimak keberlangsungan acara bedah buku oleh pemateri. Dimulai
dengan sambutan oleh Dekan FPBS Ibu Asrofah. Di dalam penyampaian sambutannya
bu Asrofah sedikit menyinggung pak Naka, yang
biasanya selalu aktif dalam setiap acara bedah buku. Namun kali ini pak Naka
hanya diam. Hal ini karena pak Naka mendapatkan amanah sebagai ketua dalam
acara bedah buku kali ini. Buku-bukunya pak Naka sudah sering dibedah. Menurut
bu Asrofah hal ini tentu menarik dan unik.
Setelah sambutan selesai, dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh salah satu
mahasiswa PBSI. Puisi yang dibacakan diambil dari salah satu puisi yang
terdapat di dalam buku yang ingin dibedah. Setelah itu, masuklah ke puncak
acara bedah buku Eventide karya Handy
TM. Dibuka oleh pemateri yang pertama yaitu bapak Teguh Satriyo. Pak Teguh
menyebutkan bahwa sebenarnya pak Handy merupakan seorang penyair asli Semarang. Walaupun judul buku yang beliau tulis
menggunakan bahasa asing yaitu bahasa Inggris. Puisi-puisi yang ada di dalam
buku ini dikumpulkan sudah sangat lama, yaitu 36 tahun. Ada 170 judul puisi di
dalam buku tersebut. Pak teguh membacakan salah satu puisi yang ada di dalam
buku tersebut yang berjudul “Jesica”. Kemudian menanyakan maksud dari bait
pertama kepada peserta yang hadir. Ada seorang mahasiswi yang bisa menjelaskan
maksud dari bait pertama puisi tersebut. Berhasil menjelaskan maksudnya, ia
mendapatkan sebuah buku yang sudah disiapkan oleh panitia. Pak Teguh juga
menyebutkan, bahwa bukan hanya buku Eventide
ini yang dikumpulkan pak Handy dalam waktu yang tidak sedikit, tetapi juga
buku-bukunya yang lain. Buku ini berisi puisi yang tenang. Setelah membaca buku
ini, pak Teguh juga memiliki keinginan untuk membaca kumpulan buku-bukunya yang
lain. Serta kumpulan puisi-puisi yang lain yang telah ditulis pak Teguh. Saat
pak Teguh membaca buku ini, menurut beliau langsung bisa di mengerti. Berbeda dengan buku yang lainnya. Puisi “Di Bawah Gerimis" Banyak
bukti-buktinya tertuang. Nuansanya itu melankolis sangat asik untuk dibaca. Pak
Teguh menyarankan untuk segera memiliki buku Eventide ini. Meskipun begitu, puisi-puisi yang ada di dalam buku
tersebut sangat mengasikkan, menurut pak Teguh ada juga puisi yang membutuhkan
tenaga untuk membacanya. Misalnya dalam puisi yang berjudul “Pergilah” yang
terdapat dalam halaman 130. Mungkin ada juga yang lainnya. Maksudnya ada emosi
yang tertulis di dalamnya. Pak Teguh menyebutkan bahwa, dari banyak buku puisi
yang dibaca beliau, buku Eventide ini tidak menyesatkan. Hal ini
karena di bawah puisinya terdapat catatan kecil, yang bertujuan untuk
memudahkan pembaca memahami maksud dari puisi tersebut. Kemudian dilanjutkan pak Nur Hidayat, beliau
lebih memancing peserta untuk aktif. Di awal
pak Hidayat menyinggung masalah kekinian yang sering digunakan anak muda saat
ini, sehingga pak Hidayat pernah melihat ada warung makan
ayam geprek yang menggunakan kata kekinian. Dimulai dengan puisi pak Handry itu hanya
bisa dimengerti oleh pak Handry sendiri, biar orang tidak mengerti maksud dari
kata-katanya, karena terdapat simbol-simbol tertentu yang sulit dipahami. Hal Itu
disebabkan karena penyair itu memang egois, karena biar mereka bisa menciptakan
terus karya-karya untuk seterusnya. Pak Hidayat mulai membahas isi puisi
tentang kopi sekarang yang tidak hanya dinikmati oleh orang tua saja. Namun
bisa dinikmati oleh semua kalangan. Pak Hidayat mengajak peserta untuk lebih
membuka diri dengan membaca lebih jauh. Materi yang disampaikan pak Hidayat
lebih kepada sejarah Amerika, bukan kepada isi buku Eventide itu sendiri. Sangat menarik, bisa lebih menambah wawasan untuk saya pribadi, dan juga peserta yang
lainnya. Dilanjutkan oleh pak Handry TM. Dibuka dengan memberikan sebuah
pertanyaan tentang ”apa bedanya laki-laki
playboy dengan laki-laki penjudi?”.
Ada seorang mahasiswa semester 1 yang menjawab pertanyaan pak Handy tersebut.
Kemudian pak Handry menawarkan kepada peserta lainnya apakah ada yang ingin menyangga
jawaban dari mahasiswi tersebut. Ternyata ada. Seorang mahasiswa semester 1
juga, yang kebetulan teman sekelas mahasiswi tersebut. Setelah selesai, mereka
berdua mendapatkan buku dari panitia dan yang satunya dari pak Handy sendiri. Kembali
kemateri, pak Handy menyetujui pendapat pak Hidayat, yang menyebutkan bahwa penyair itu egois. Itu karena pak
Handy pun juga merasakan seperti itu. Tidak peduli kalau puisinya nanti akan
dibaca oleh siapa pun. Selanjutnya
menawarkan kepada peserta untuk membacakan puisi yang terdapat pada halaman 17.
Dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Diakhiri dengan foto bersama, selesai
sekitar pukul 12.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar