Impian Yang Terkabul
Ia terlahir dan di besarkan di keluarga
yang miskin. Namun, seorang ibu yang berprofesi sebagai penjual jamu gendong ini tidak pernah mengeluh terhadap
rezeki yang di berikan oleh Allah SWT. Ibu Ina begitulah nama penjual jamu
tersebut. Terlihat jelas kondisi rumah yang Ia tempati, Nampak tidak sebagus
dan semewah rumah-rumah tetangganya. Ia tinggal bersama dengan anak gadisnya
yang masih sekolah, dengan mendapatkan beasiswa, di sekolah yang berkelas.
Dini, begitulah nama anak ibu Ina itu. Dini terkenal sebagai murid yang pintar.
Namun, Ia tidak pernah malu dengan kondisi keluarganya.
Sejak kecil Ia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan yang
seharusnya dikerjakan oleh orang dewasa. Hanya dengan mengandalkan hasil panen
sawah, itu pun hanya beberapa petak. Ayah
Dini sudah lama meninggal akibat tabrak lari, yang penabrak tidak bertanggung
jawab.
Semenjak Ayahnya meninggal keluarga tersebut sangat kesulitan untuk membiayai
kebutuhan hidup sehari-hari. Jangankan memikirkan lauk pauk, makan nasi putih
saja sudah cukup bagi keluarga tersebut.
”Din hari ini dagangan ibu sepi pembeli, kita hanya punya
nasi putih saja. Tidak apa-apa kan nak?“. ujar sang Ibu sambil meletakkan nasi
tersebut di lantai. Karena mereka tidak mempunyai meja makan. “Ia buk tidak
apa-apa”. Ucap Dini dengan senyum yang di buat-buat.
Semakin hari dagangan ibu Ina semakin sepi pembeli. Setelah
berjalan cukup jauh sambil menggendong jamunya, ibu Ina berhenti di bawah pohon
yang cukup rindang. Sambil sesekali mengusapkan keringatnya. Ibu Ina kepikiran
tentang tabungan yang Ia punya, walaupun tidak terlalu banyak tetapi cukup
untuk modal membuka warung bakso.
“Saya kan punya tabungan bagimana kalau saya buka warung
bakso saja. Kebetulan saya bisa membuat bakso. Sebab, dulu suami saya berdagang
bakso.” Ucap ibu Ina dengan wajah yang sangat senang.
Tapi di sisi lain ibu Ina kepikiran dengan Dini , sebab uang
tabungan tersebut itu untuk biaya kuliah Dini. “Itu kan tabungan untuk Dini
kuliah nanti”. Ucap ibu Ina sambil cemberut. Tiba-tiba mukanya yang sangat
senang berubah menjadi kacau. Ibu Ina sudah merencanakannya dari jauh-jauh hari
untuk masa depan Dini. karena Ia tidak mau Dini nantinya merasakan susah,
bahkan sampai-sampai berjualan jamu gendong, seperti ibunya saat ini. Ibu Ina
ingin melihat anaknya bekerja di tempat yang layak, tidak seperti dirinya.
Sementara waktu Ia mengurungkan niatnya untuk membuka warung
bakso, tetapi akan Ia perhitungkan lagi nanti setelah Dini lulus SMA, kebetulan
sekarang Dini sudah kelas XII. Setelah lamanya berteduh di bawah pohon tersebut,
ibu Ina memutuskan untuk pulang, matahari juga sudah mengelup di Barat.
Sesampainya di rumah Ia langsung tertidur karena benar-benar lelah. Tidak ada makan malam untuk malam ini,
Dini pun ikut tidur dengan perut yang melilit karena lapar.
Ayam pun sudah berkokok. Tak seperti biasanya, tetapi hari
ini ibu Ina belum bangun dari tempat tidurnya. Dini pun berniat membangunkan
ibunya. Walaupun dengan berat hati, karena melihat wajah ibunya yang sangat
letih.
“Ibu hari sudah pagi apa ibu tidak jualan”. Ujar Dini sambil
menggoyangkan tubuh ibunya. “kalau misalnya ibu benar-benar capek tidak usah
dipaksakan untuk berjualan. Ibu istirahat saja hari ini. Kalau begitu Dini
berangkat sekolah dulu ya buk”.
Mendengar Dini ingin berangkat sekolah ibu Ina langsung
bangun. Walaupun Ia sudah bangun dari tadi. “Din hari ini ibu tidak jualan
jamu, karena dari kemaren dan kemarennya lagi dagangan ibu sepi pembeli.
Ditambah lagi badan ibu capek, kamu berangkat sekolah saja belajar yang giat,
hati-hati di jalan”. Kata ibu ina. Mendengar ucakan ibunya Dini melangkah
dengan berat hati.
Di setiap perjalanan Ia selalu mengingat ucapan ibunya.
Sesampainya di sekolah Dini tidak seperti biasanya yang ceria dan aktif. Hari
ini Ia murung, sampai akhirnya guru fisika masuk ke dalam kelasnya. Pak
Subagio, itu lah nama guru fisika Dini yang terkenal kiler.
“Selamat pagi, pak”. Murid-murid menyapa pak Subagio.
“Pagi” jawabnya dengan santai.
Selama pelajaran berlangsung Dini memandang dengan pandangan
kosong, tak lama pak Subagio menyadarinya dan kemudian pak Subagio membuyarkan
lamunan Dini. Dengan menyuruhnya mengerjakan soal di papan tulis.
“Din kerjakan soal di papan tulis!”. Ujar pak subagio dengan
nada sangar.
“Baik pak”. ucap Dini dengan gemetar. Dini melangkah dengan
langkah gemetar, sebab sedari tadi Ia tidak mendengarkan apa yang di jelaskan
oleh pak Subagio.
Dini hanya mematung di depan kelas. Ia tidak bisa menjawab
soal itu, hingga akhirnya pak Subagio memarahi Dini. “Dini kenapa kamu dari
tadi melamun dan tidak mendengarkan bapak menjelaskan. Kalo kamu punya masalah
di rumah jangan dibawa ke sekolah”. Ucap pak Subagio dengan sangat marah, yang
membuat Dini dan murid-murid yang lain tidak berbicara sedikit pun.
“Kalau begitu bapak akan menghukum kamu”. Ujarnya dengan
menunjuk kearah Dini. “Kamu bapak hukum pulang hari ini dan jangan ikut
pelajaran selanjutnya hari ini”. Ucap pak Subagio yang sangat marah saat itu.
Dini sangat terkejut mendengar hukuman yang di berikan oleh
pak Subagio. “Pak saya minta maaf atas perbuatan saya tadi, saya janji saya
akan mendengarkan penjelasan bapak tadi dan tidak akan melamun lagi”. Ujar Dini
dengan nada memohon.
“Tidak bisa keputusan bapak sudah bulat”. Kata pak subagio.
“Pak, bapak boleh menghukum saya apa saja, asal jangan
menyuruh saya pulang”. Dini terus membela diri, tidak terima dengan hukuman
yang di berikan oleh pak Subagio.
“Kamu berani melawan bapak?”. Ujar pak Subagio sangat kesal.
“Baik lah pak saya pulang sekarang juga”. Ucap dini dengan
terpaksa.
Dini melangkah kearah tempat duduknya mengambil tas dan pamit
kepada pak Subagio. “Permisi pak”. Ucap Dini sambil melangkah pergi.
Sesampainya di rumah, ibunya bertanya dengan nada kaget.
“Dini kamu kok pulang lebih awal, kamu buat masalah ya?”. Tanya ibu Ina.
“Iya buk Dini tidak mendengarkan penjelasan guru”. Ucapnya
dengan jujur.
“Kok bisa kamu tidak mendengarkan penjelasan guru, memangnya
kamu lagi mikirin apa?”. Tanya ibunya.
“Maaf buk sebelumnya, Dini kepikiran soal perkataan ibu tadi
pagi”. Jelasnya.
Ibunya kaget mendengar penjelasan Dini “Ibu minta maaf ya
Din”. Ucap ibunya dengan rasa bersalah.
Lima bulan setelah kejadian itu, hari ini Dini akan menerima
hasil kelulusan. Dengan minta doa restunya kepada sang ibu agar hasilnya sangat
memuaskan. “ Buk doakan Dini ya agar Dini lulus dengan hasil yang memuaskan”.
Ucap Dini dengan penuh harap.
“Kamu pasti lulus dangan nilai yang memuaskan, Nak”. Ucap
sang ibu dengan pasti.
Hasil pun dibagikan dan hasilnya pun sangat-sangat memuaskan.
Dini sangat bersyukur karena semua itu tidak lepas dari doa ibunya. Dini dan
ibunya pulang dengan wajah yang berseri-seri. Sesampainya di rumah ternyata
ibunya sudah memasak makanan yang siap di santap mereka. Selesai makan ibunya
membahas soal tabungan itu.
“Din ibu minta maaf sebelumnya, ibu ingin membahas soal
tabungan. Bagaimana kalo kamu tidak kuliah dulu. Sebab ibu ingin menggunakan
uang tersebut, untuk modal ibu membuka warung bakso”. Ucap ibu Ina.
“Iya buk tidak apa-apa, sementara Dini tidak kuliah dulu.
Dini bantu ibu dagang bakso”. Ucap Dini dengan semangat.
“Ibu senang Din mendengarnya”. Ucap ibu dengan senang.
Setiap usaha tidak langsung sukses, pasti ada masa sulit dan
masa senangnya. Hari pertama mereka jualan bakso di samping rumahnya,
pengunjung mulai ramai. Semakin hari semakin ramai saja. Terlebih lagi tidak
ada yang komplain. Yang ada hanya pujian-pujian yang keluar dari mulut para
pengunjung. “Buk Ina baksonya enak, tidak nyesal saya makan disini”. Ucap
pengunjung kepada bu Ina.
Bulan demi bulan pun berlalu tak terasa buk Ina pun sudah
mempunyai karyawan untuk membantunya berjualan dan tidak terasa modalnya sudah
kembali. Hingga saat malam tiba, saat Dini dan ibunya makan malam, percakapan
antara mereka pun terjadi.
“Din sekarang modal ibu sudah kembali, malahan lebih. Ibu
ingin mewujudkan keinginan kamu untuk kuliah di tempat yang berkualitas”. Ucap
ibunya kepada Dini.
“Alhamdulillah, makasih ya buk, akhirnya Dini bisa kuliah
juga, sama seperti teman-teman Dini yang lain. Dini sangat senang
mendengarnya”. Ucap Dini sambil tersenyum bangga. “Dini janji akan kuliah dengan
benar dan tidak akan mengecewakan ibu”. Janji Dini kepada ibunya.
Terlebih dari itu semua, Dini dan ibunya tidak pernah
berhenti mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Dan kini kehidupan keluarga ibu
Ina sudah berkecukupan.
Cerpen Nurlaila PBSI UPGRIS '17